Kamis, 28 Oktober 2010

Seattle Sound dan Subkultur di Belakangnya






Oleh: Hizkia Joko Pransetyo


My girl, my girl, where will you go
I'm going where the cold wind blows
In the pines, in the pines
Where the sun don't ever shine
I would shiver...the whole night through

(Nirvana "Where Did You Sleep Last Night?" - MTV Unplugged)

Patti Smith mengatakan ketika Kurt Cobain menyanyikan larik terakhir "I would shiver...the whole night through," suara serak Kurt seperti menusuk sampai ke tulang-tulangnya. Kurt dapat membangun makna dari lagu tersebut, meski suaranya tidak seindah Sam Cooke ataupun Aretha Franklin, suara kering melengking, rapuh, ciri khas musisi asal kota Seattle tersebut dapat menyentuh orang-orang yang mendengarnya. Kurt Cobain dan band yang dibangunnya, Nirvana, memiliki ciri khas tersendiri, yaitu ciri khas Seattle Sound atau yang lebih populer disebut banyak orang "Grunge." Seattle Sound awal perkembangannya dimulai ketika era Jimi Hendrix yang merupakan musisi asli kota Seattle. Jimi Hendrix memperkenalkan literatur permainan gitar penuh eksploitasi distorsi yang high and low, feedback gitar yang meraung-raung, dan sesekali serangan-serangan fuzz. Setelah Jimi Hendrix menyingkir ke London, Inggris, Seattle Sound yang digaungkan Jimi Hendrix seakan terbang begitu saja dan dianggap menjadi bagian dari sound Inggris, terlebih lagi ketika Jimi Hendrix meninggal. Perkembangan Seattle Sound seakan berhenti sampai di situ, tidak ada lagi gairah di kota Seattle.

Seattle yang merupakan negara bagian Washington yang berada di ujung negara Amerika Serikat ini pada tahun  1970-1980an menjadi kota mati bagi para musisi. Tidak banyak musisi yang mau memainkan musiknya di kota ini. Selain cuacanya yang dingin (baca: kota hujan) yang membuat orang enggan untuk keluar rumah menonton konser musik, masyarakat kota Seattle adalah orang-orang yang terkenal akan sifat apatis mereka terhadap banyak hal dalam segala aspek kehidupan. Mengapa masyarakat Seattle cenderung bersifat apatis? Sifat apatis masyarakat kota Seattle disebabkan oleh kesenjangan sosial yang sangat tinggi di kota tersebut. Kota Seattle seperti dinomorduakan oleh pemerintah setempat. Banyaknya pengangguran, upah yang minim, kebijakan kapitalis yang sangat mencekik, pengisolasian sosial yang tinggi dibandingkan kota-kota lain, harga-harga kebutuhan mahal, yang kemudian menyebabkan tingkat kriminalitas yang tinggi. Berdasarkan statistik salah satu lembaga survey Amerika pada tahun 1979, kota Seattle merupakan kota nomor dua yang tingkat penganggurannya terbanyak di Amerika Serikat, yaitu 6,8% berdasarkan hasil penghitungan dari regresi linier. Tingkat pengangguran yang tinggi pasti akan membuat efek kecemasan dan keputusasaan yang luar biasa bagi masyarakat setempat.

Pola hidup dari kebudayaan kota Seattle yang sudah dijalani sekian lama seperti tidak relevan lagi bagi masyarakat kota Seattle. Beberapa komponen-komponen atau unsur-unsur utama dari kebudayaan, seperti sistem mata pencaharian hidup, sistem kekerabatan atau organisasi sosial, kesenian, bahkan merembet ke religi di kota Seattle seperti mengalami stagnasi. Sistem mata pencaharian telah berubah menjadi sangat kapitalis; dengan memberikan upah minim terhadap para pekerjanya, lapangan pekerjaan yang minim, pemangkasan perusahaan, sedangkan sistem kekerabatan atau perkembangan sosial di kota Seattle yang telah mati rasa; tidak ada rasa percaya lagi dengan sekitarnya, banyaknya kriminalitas, kesenjangan sosial baik di dalam kota maupun di luar moral dan mental yang menurun drastis akibat rasa frustasi yang mendalam yang disebabkan menurunnya tingkat ekonomi, lalu kesenian di kota Seattle seperti mengalami isolasi; musik-musik yang ditawarkan para musisi kota Seattle dianggap sebelah mata oleh industri musik Amerika Serikat, industri musik seperti hanya fokus terhadap dua kota, yaitu New York dan Los Angeles, yang membuat musisi-musisi Seattle muak dan berusaha menjauh dari musik-musik populer, yaitu Glam Rock yang membahana ketika akhir 1970an hingga awal 1980an, seperti Motley Crue, Bon Jovi, Poison, Guns 'n Roses (Kurt sering bertengkar dengan Axl Rose-red). Ketika semuanya serba sulit, maka tidak ada lagi waktu untuk memikirkan religi, bahkan banyak masyarakat kota Seattle yang mengharapkan secepatnya kematian, para remaja cemas akan masa depannya.

Permasalahan sosial yang sangat kompleks yang merembet ke komponen-komponen utama kebudayaan menyebabkan chaos dalam struktur kebudayaan itu sendiri sehingga jika ada kebudayaan yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka ada dua hal yang terjadi; pertama, kebudayaan itu akan lenyap, atau kedua, adanya perubahan sosial budaya. Perubahan sosial budaya disebabkan karena adanya gejala perubahan dalam struktur sosial dan pola budaya dalam masyarakat tersebut. Perubahan budaya memang lazim terjadi, sejalan perkembangan masyarakat, dan perubahan sosial buadaya disebabkan 3 faktor, yaitu: adanya tekanan kerja atau ekonomi dalam masyarakat, tidak sejalan atau tidak efektifnya lagi komunikasi di dalam masyarakat, dan perubahan lingkungan alam. Seattle mengalami tekanan ekonomi yang timpang, rasa kepercayaan dan komunikasi di dalam masyarakat tidak lagi sejalan, maka Seattle berusaha mengubah kebudayaan dan sistem sosial yang telah ada dengan membentuk subkultur, yaitu kebudayaan tandingan. Masyarakat Seattle berusaha membentuk budaya baru sebagai bentuk protes atau ketidakcocokannya dengan keadaan yang terjadi di sekelilingnya. Subkultur terjadi karena adanya perbedaan dalam berbagai hal, seperti politik, ekonomi, religi, dan kelas sosial. Seattle memenuhi kriteria untuk berubah, untuk membentuk subkultur.

Pavel Semenov, yang merupakan psikolog asal Rusia mengatakan bahwa manusia memuaskan kelaparannya akan pengetahuannya melalui dua cara; pertama, melakukan penelitian terhadap lingkungannya dan mengatur hasil penelitian tersebut secara rasional, wujud dari cara ini adalah ilmu pengetahuan. Kedua, mengatur ulang lingkungan terdekatnya dengan tujuan membuat sesuatu yang baru. Wujud dari hal ini adalah kesenian. Seattle memang berusaha membentuk subkultur dengan mengubah berbagai elemen utama dari kebudayaan induknya, tapi yang cukup signifikan dan membuat suatu inovasi adalah melalui musik mereka. Maka pada awal pertengahan 1980an muncullah genre baru dalam perkembangan musik, yaitu Grunge (baca: Seattle Sound) yang merupakan subgenre dari Alternative Rock yang dikembangkan dari Heavy Metal dan Hardcore Punk. Tidak heran jika pengaruh Punk mengalir dalam genre Grunge karena semangat bermusik mereka sama, yaitu sama-sama tertindas dari kesenjangan sosial. Ketukan atau beat musik Punk dan Grunge sangat identik; cepat menghentak, keras, dan kasar. Tema dalam lirik mereka juga hampir sama, berkutat pada kemarahan, rasa frustasi, sikap anti kemapanan, kebebasan, cuma yang sedikit membedakan mereka adalah sikap apatis dan rasa kecemasan Grunge sangat tebal. Lirik yang bersikap apatis, alienasi sosial, rasa kecemasan, keputusasaan dalam musik Grunge sangatlah mencerminkan kondisi sosial masyarakatnya. Mereka merasa terwakili akan hal itu. Raungan distorsi gitar yang kasar, feedback yang memekakkan telinga tetapi tune, fuzz yang kering, beat yang cepat, mewakili perasaan mereka akibat terkungkung, terisolasi, dan terpinggirkan. Maka tidak heran, teriakan-teriakan Kurt Cobain, Eddie Vedder, Mark Arm, Buzz Osbourne, Chris Cornell, yang kering menggigil akan menghantam anda tanpa ampun. Mereka seakan-akan ingin bebas dan mengakhiri semuanya ini sesuka hati mereka.

Pengaruh musik Grunge dalam industri musik mainstream dimulai pada akhir 1980an yang diawali oleh Soundgarden yang bergabung dengan A&M Records pada tahun 1989, lalu Alice in Chains, hingga Nirvana pada tahun 1990. Pengaruh musik Grunge sangat signifikan hingga seantero jagad memutarkan musik-musik Grunge, banyak band-band yang berupaya mengubah model genrenya menjadi Grunge, banyak industri musik yang akhirnya melirik para musisi-musisi Seattle. Tidak hanya dalam hal musik, Grunge juga menjadi pola hidup para remaja, tidak hanya di Seattle, tapi di seluruh penjuru dunia. Penampilan yang seadanya, cuek, tidak memikirkan kerapian, sembrono, merebak. Penampilan Grunge adalah cerminan dari masyarakat Seattle yang benar-benar sudah tidak peduli lagi akan sekelilingnya, bahkan dirinya sendiri. Subkultur yang diciptakan masyarakat Seattle telah mempengaruhi sekelilingnya dan mereka berhasil melakukannya, menandingi kebudayaan populer yang ada selama ini. Salah satunya melalui suara Seattle, semangat Grunge yang merupakan cerminan dari apa yang mereka rasakan. Meski Seattle Sound atau Grunge sudah jarang lagi terdengar dan dikatakan banyak pihak telah mati pada awal abad ke-21 oleh Post-Grunge yang lebih komersial dan serangan-serangan Britpop yang sangat membenci musik-musik Seattle, tetapi pengaruhnya tidak bisa dipungkiri bagi perkembangan musik sampai saat ini.

Seattle Sound telah mengubah yang tidak ada menjadi ada. Mereka berani keluar dari kurungan yang membelenggu mereka selama ini, berani berteriak tanpa memikirkan apakah sekelilingnya suka atau tidak karena mereka tidak punya waktu lagi untuk berpikir seperti itu lagi. Mereka sudah lama tertindas dan berhasil keluar hingga membuat semua orang mendengar mereka. Karena perubahan sesungguhnya berawal dari suara-suara yang tertindas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar